visitors

Jumat, 11 Juli 2014

Sebuah Pengalaman: Kelingkingku Membiru di Negeri Beton

Seperti dua tahun yang lalu, langit di sana terlihat jernih dibumbui teriknya panas meski sudah sore hari. Kemarin (6/7) saya menjadi saksi hidup dan sekaligus juga peserta pada Pilpres (Pemilihan Presiden) 2014 Indonesia di TPSLN Hong Kong - Makau. Berada di Negeri Kanton selama, insyaAllah, sebulan ke depan dalam rangka amanah tugas sekaligus juga dalam rangka dakwah berbungkus sebuah perjalanan 'rihlah'.

Saya baru tiba di lokasi pencoblosan sekira pukul 16.00 waktu setempat. Sambil memegang selembar surat A5 - yang saya saya dapat dari PPS tempat saya tinggal sebelum lepas landas - sebagai modal saya mencoblos di sini, saya sudah dapat melihat antrean panjang ditambah lalu lalang orang yang menambah padat penglihatan.

Ya, Victoria Park (Causeway Bay, Hong Kong) dipilih menjadi lokasi pilpres untuk negara bagian Hong Kong dan Makau ini. Ini kali pertama saya memilih untuk RI 1 & RI 2 Indonesia di negeri orang. Saya dapat menyaksikan animo yang begitu besar dari rakyat Indonesia yang berada di sini untuk memilih. Besar bingits! Maaf, agak alay. Alhamdulillaah ini menunjukkan bahwa, meski terpisah letak geografis, tetapi hati & harapan tetaplah pada tanah air tumpah darah, Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Saya menghampiri salah seorang panitia yang sedang berjaga di pagar batas- yang mengenakan kaos abu-abu bertuliskan identitas panitia agar mudah dikenali disertai kalung nama. Sementara, panitia yang berkoar-koar dengan loadspeaker mencoba menertibkan, "Harap antre agar tertib karena akan ditutup sebentar lagi, jam 5 nanti," begitu kira-kira yang terdengar.

Saya menunjukkan kertas A5 saya dan menurut panitia saya harus turut antre bersama para peserta pilpres lainnya yang menggunakan Hong Kong ID (HKID), bukan dengan surat undangan langsung dari KJRI. Surat undangan? Ya, pemilih setidaknya diklasifikasikan menjadi 3 macam. Pemilih dengan surat undangan, HKID, dan A5 untuk turis/pelancong yang baru datang.

Antrean khusus untuk pemegang A5 & yang memakai HKID (disatukan) ini yang paling panjang, karena akan didata ulang dulu oleh panitia. Sementara yang memiliki surat undangan langsung diarahkan menuju antrean di TPS-nya. Setidaknya ada 13 TPS yang saya lihat dinlokasi dengan masing-masing TPS terdapat 6 bilik suara.

Tika itu, waktu menunjukkan hampir jam 16.30, tetapi antrean masih panjang saat saya mendekat ke tenda pendataan ulang. Masih terlihat cukup tertib. Hanya saja ternyata meski sudah diumumkan berulang kali, tetap saja masih ada pemilih dengan undangan ikut pada antrean A5 & HKID. Ini tentu menjadikan antrean makin padat. Catatan: surat undangan diberikan kepada WNI yang hendak memilih yang telah menjadi daftar pemilih pasti di KJRI sebelum-sebelumnya, pada surat undangan itu terdapat nomor TPS tempat mencoblos sehingga tanpa repot berpanas-panasan antre bisa dengan lancar & tertib masuk ke bilik suara. Sementara itu, HKID selayaknya KTP di Indonesia yang digunakan untuk pemilih yang tidak terdaftar di DPT (Daftar Pemilih Tetap) maka bisa memakainya pada beberapa jam sebelum TPS ditutup, tetapi waktu tepatnya saya belum mendapat kabar.

Terkait kasus khusus pemberitaan di kompas.com bahwa pilpres di Hong Kong berlangsung ricuh, saya kurang begitu tahu persis karena pascakeluar dari bilik suara - dan membirukan ujung kelingking saya dengan tinta - saya langsung meninggalkan lokasi. Sekira pukul 16.40 kala itu, memang syukurnya saya antre tak sampai satu jam. Waktu terakhir itu masih terlihat cukup tertib. Memang yang sedikit mengganggu adalah para pemilih yang tak mau antre alias 'nyele' (memotong) sehingga tak jarang terdengar celetukan dari pemilih yang lainnya memprotes. Adalagi yang bahkan memutuskan 'menyerah' untuk merelakan suaranya melayang begitu saja. Ini tentu menjadi bahan evaluasi untuk KJRI dan PPSLN ke depannya bahwa memang ledakan animo pemilih harus diantisipasi dengan penambahan armada panitia sehingga pilpres bisa berjalan lancar, semua suara rakyat terpenuhi tanpa terganggu masalah batas waktu izin peminjaman tempat. Memang, secara pribadi saya melihat bahwa panitia kemarin itu cukup kewalahan, namun tetap saya yakini semuanya berusaha dimaksimalkan. Dan lagi saya berhusnudzon (prasangka baik) bahwa panitia akan menjalankan amanah dengan baik dan sesuai aturan - apalagi setelah sebelumnya disumpah. Mengapa begitu? Saya yakin baik panitia maupun peserta tak ingin menodai momentum suci ini dengan kecurangan-kecurangan yang tak berkeuntungan untuk semua. Ya, pilpres kini bertepatan dengan bulan suci Ramadhan 1435 H.



Kembali kepada pemberitaan di laman kompas.com. Pada laman itu, gambar penjelas diambil dari salah satu akun media sosial timses calon, ini tentu terkesan kurang netral. Karena meski kampanye telah usai, tetapi tetap saja yang namanya lawan akan tetap mencari kesalahan rivalnya. Jadi, agar tidak memperkeruh suasana, alangkah baiknya jika gambar diambil langsung dari jurnalis profesional di tempat. Sementara itu, di lokasi langsungnya memang masih tercium aroma saling mengunggulkan pasangan masing-masing, tanpa atribut dan simbol partai, ini memang terkesan kampanye, namun saya menyaksikannya tertib saat itu. Bahkan tepat tiga orang yang mengantre di depan saya berfoto dengan akrab sembari mengacungkan tangan menyimbolkan angka nomor urut pasangan capres-cawapres favorit masing-masing, "Ga apa-apa, ayo foto. Pilihan boleh beda, tapi kita harus tetep akur toh," begitulah celetukan seorang perempuan dari Tanah Jawa tersebut pada rekannya. Saya tersenyum, indahknya persatuan.

Kembali saya sebagai pemilih di lokasi yang diberitakan, coba menanggapi konten isu dari laman kompas.com tersebut. Pada laman dikabarkan bahwa ada oknum panitia, yang pada saat menjelang ditutupnya TPS, membolehkan masuk pemilih asalkan memilih pasangan nomor urut satu. Saya kira ini masih simpang siur kabarnya bahkab masih harus dikonfirmasi ulang pada PPSLN, KJRI, juga Bawaslu agar tersiarkan kabar dari dua arah. Sama simpang siurnya dengan kabar bahwa ada oknum panitia penyerah surat suara di TPS yang mengarahkan untuk memilih pasangan nomor urut dua. Semua pemberitaan harus dikonfirmasi agar jelas, berimbang, dan mencerdaskan. Mengapa? Karena pemberitaan ini bisa mempengaruhi situasi politik di masa tenang kampanye juga opini publik para pemilih di tanah air yang baru akan memilih Rabu nanti, 9 Juli 2014.

| Laporan Langsung dari Hong Kong, Kiki Rudiansyah (Mahasiswa Bandung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Write your green words, please :D