Bismillaah...
Dalam sebuah pengelanaan di
hutan, kita dihadapkan pada suatu kondisi di mana persediaan makanan habis tak
bersisa apapun sama sekali. Kondisi ini berlangsung untuk beberapa hari ke
depan hingga selesai dari pengelanaan dan kembali pada kehidupan normal. Namun,
untuk bertahan dan kembali itu kita membutuhkan asupan makanan ke dalam tubuh
kita.
Lalu, apa yang harus kita
konsumsi untuk kebutuhan makan kita tersebut? Sedangkan halalal thoyyiban adalah syarat mutlak makanan kita sebagai muslim.
Saat itu, tak ada lagi yang tersedia di hutan kecuali binatang haram seperti
babi. Dengan memakannya kita dapat bertahan hidup, sementara sumber makanan
lain semisal tanaman yang ada di hutan kita yakin halal, tetapi tak tak tahu thoyyib (baik/aman) atau tidaknya. Bisa
jadi beracun, dll. Jadi, bolehkah kita memakan sumber pangan haram tersebut?
Dalam Islam, kondisi ini
dinamakan 'darurat'. Suatu kondisi
di mana tidak ada lagi pilihan (yang dibolehkan sesuai syariat) kecuali memilih
suatu hal yang haram yang ada di sekitar kita saat itu.
Namun, kondisi ini terjadi
dengan asumsi bukan karena 'dibuat-buat'. Misalnya, sebelumnya sengaja
membawa perbekalan yang tidak disesuaikan (dengan perjalanan yang akan ditempuh).
Ini tentu tidak boleh. Seharusnya, kondisi tersebut terjadi karena lebih kepada
situasi yang ada (terjadi) di luar rencana (dugaan) sedangkan perbekalan sudah
disesuaikan, tetapi tidak mencukupi pada akhirnya.
Maka dari itu, dalam hal ini
mengonsumsi babi jadi diperbolehkan meskipun haram.
Kemudian, bagaimana dengan
kondisi darurat pada kasus khusus yang lain? Misalnya, seseorang dihadapkan
pada suatu kondisi sedang mengidap suatu penyakit, tetapi setelah mencari ke mana-mana,
tidak ada (belum ada tepatnya) obat yang bisa menyembuhkan kecuali obat yang
bersumber dari sesuatu yang haram. Daruratkah kondisi ini? Bolehkah mengonsumsi
obat yang haram?
Dalam Shahih Al-Bukhari, dari
Abu Hurairah ra., Nabi Saw. bersabda,
"Allah tidak menurunkan suatu penyakit kecuali
juga menurunkan obatnya."
Imam Muslim meriwayatkan
dalam Shahih-nya, diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah bahwa Rasulullah Saw.
bersabda,
"Setiap penyakit ada obatnya. Jika
diberikan obat yang tepat, dengan izin Allah, tentu penyakit itu akan
sembuh.”
Dalam Musnad Imam Ahmad, dari
Usamah bin Syuraik, Nabi Saw. bersabda,
"Sesungguhnya, Allah tidak menurunkan penyakit
kecuali juga menurunkan obatnya. Ada yang mengetahuinya dan
ada pula yang tidak mengetahuinya."
Dalam riwayat lain
disebutkan,
"Allah tidak menciptakan penyakit melainkan Dia
menciptakan obatnya, kecuali satu penyakit."
Para sahabat kemudian bertanya? "Penyakit apa itu, wahai
Rasulullah?" Beliau menjawab, "Usia tua."
Imam at-Tirmidzi menilai
hadits ini shahih.
Banyak penafsiran, tetapi
penafsiran yang masuk akal adalah bahwa setiap obat yang diciptakan untuk
masing-masing penyakit tersebut adalah sesuatu yang pastinya halal karena Allah-lah
yang meramunya secara pasti. Jadi, tidak ada obat yang berasal dari barang
haram. Lalu, bagaimana solusi Islam untuk kondisi (darurat) di atas?
Diskusi dalam mentoring Rabu
malam, 18 Desember 2013 di Ruang Utama Masjid Salman ITB kemarin, kang Gamma
(mentor pribadi saat ini) berpendapat bahwa ini sama halnya dengan kasus
makanan haram yang diperbolehkan dikonsumsi pada kondisi darurat. Namun, beliau
menambahkan, dalam hal ini bisa jadi pada masa tersebut memang belum ditemukan,
secara sains medis, obat yang bisa menyembuhkan penyakit tersebut kecuali 'obat
haram' yang ada. Menurut pria bernama lengkap Gamma Andika Perdana, S.T.
lulusan Program Studi Teknik Mesin ITB angkatan 2005, ini berkaitan dengan
perkembangan pengetahuan manusia di bidang sains dan medis.
Akan tetapi, meski boleh mengonsumsi obat haram tersebut, keyakinan dalam diri haruslah tetap dijaga bahwasanya obat yang halal dan bisa menyembuhkan penyakit tersebut itu ada, Allah telah menciptakannya. Namun, pengetahuan manusia belum sampai padanya. Begitu lanjut opini beliau.
Dari diskusi tersebut, saya
pribadi berkesimpulan bahwa sudah seharusnya umat Islam-lah yang lebih terpacu
untuk mengembangkan dunia pengobatan yang aman dan halal. Sungguh harus
ditanamkan pada diri-diri pribadi muslim seperti saya bahwasanya sebagai
seorang muslim, ilmu dan syariat (Al-Quran dan As-Sunnah) adalah pegangan tetap
di tengah kajian pengetahuan yang kompleks saat ini. Menjadi umat yang maju dan
sesuai syariat adalah suatu asa kemaslahatan yang harus senantiasa dijaga,
ditanamkan, dan diperjuangkan. Dan keyakinan kita kepada Allah Yang Maha
Menentukan atas segala sesuatu adalah sebuah keharusan. Karena untuk sekadar
penyembuhan penyakit, obat hanyalah sebuah alat, sungguh suatu keniscyaan bahwa
karena kekuatan Allah semata-lah semuanya terjadi. Semoga Allah senantiasa
menunjukkan hikmah dan jalan hidayah-Nya. InsyaAllah.
Wallaahu a'lam bish shawwab.
-Kido, Etoser Bandung 2009 :)
Sumber Gambar: http://www.prlog.org/12142071-go-halal-logo-green-white.jpg