visitors

Senin, 12 Mei 2014

Then, I Scream, "Ice Cream!"

"Niat banget ya gue?" "Norak banget ya gue?"
Begitu kali yang terbesit saat 'ngangkot' jam 6 kurang tadi pagi menuju Balkot (Balai Kota). Di sana, di dalam angkot waktu itu bersama dengan dua orang perempuan berbalut jilbab merah dan seorang ibu juga dengan busana kaos merah - plus anak-anaknya berkaos warna-warni - ,
"Gak cuma gue, pun mereka ini yang bersama di dalam angkot beserta ribuan (bahkan puluh ribuan) peserta lainnya mungkin, hehe," membela diri, menghibur hati, dan mencari pembenaran di pagi hari. Hihihi.

Ya menuju Balai Kota, tepatnya di Taman Halaman Kantor Walikta Bandung. Katanya hari ini, Hari Es Krim Nasional pertama yang digelar di 8 kota serentak - katanya - termasuk Bandung. Perusahaan es krim internasional raksasa dunia adalah penggagasnya. Entah dalam rangka apa, yang jelas semua warga Bandung (totem pro parte) tertarik hadir. Betapa tidak, iklannya heboh di mana-mana. Mulai dari jejaring sosmed hingga cetak dan audio visual 'layar kaca'. Wew...

06.15 WIB saya sampai gerbang depan dan ternyata sudah sepanjang itu antrean. Ini bukan bisa jadi lagi, mereka sudah antre sejak shubuh. Yakin. Ikut antre saja. Makin siang, makin banyak yang berdatangan hingga mulai terlihat antrean mengular se-ular-ular-nya, entah di mana kepalanya. Yang jelas antre untuk es krim dambaan. Ciee yang mau 'nges krim'. Panggung pun mulai bersuara, sang MC mulai berkicau, katanya mulai setengah delapan. Satu lagu pembuka lewat, mulai jam setengah sembilan (atau jam 9-an), katanya mulai. MC galau nampaknya, peserta juga tak kalah galau dibuatnya.

Sebelumnya, sejak masuk areal Balkot, terlihat dua gapura (di sisi timur dan barat) dari konfigurasi bebalon merah - warna khas sang perusahaan es krim. Namun sayangnya kelakuan 'orang negeri ini', alangkah lucunya berasa kepemilikan tinggi, diperetelilah semua balon gapura itu. Anaknya pengen, katanya. Tapi yang 'jebrog' jadi ikut-ikutan rusuh. Dan ludeslah semua balon gapura itu jauh sebelum acara resmi dimulai, tinggal rangka besi tak menarik sama sekali. Weleh-weleh, saya geleng-geleng tersenyum membawa luka. "Beginikah karakter bangsa ini?"

| Bagaimana kalau Anda panitia suatu acara, lalu sebelum acara itu dimulai, semua atribut instalasi acara dipereteli habis oleh pesertanya padahal jelas-jelas itu tak ada yang membolehkan?

Baiklah, kita lanjutkan cerita hari ini. Centi demi centi, meter demi meter, antrean maju. Sudah sekitar hampir tiga jam ini. Beberapa peng-antre mulai berguguran memutuskan batal dapat es krim, lainnya bertahan sambil sesekali mengusap keringat hingga kering meski keringat lainnya masih mengantre juga untuk diteteskan pori. Sementara itu, para pendatang baru makin banyak. Banyak yang nampaknya urung natre karena takutnya melihat ada 'ular' sepanjang itu. Mereka memilih langsung nonton ke panggung saja melintangi antrean, menerabas taman rerumputan bertuliskan "Dilarang Menginjak Rumput!" Lainnya? Banyak pula yang ikut antre, tapi NYELE! Nyele adalah masuk secara sembarangan ke dalam antrean supaya cepat ke tempat tujuan antrean. Mengerikan. Akan teapi, ada yang jauh lebih mengerikan, yakni setan yang nyele ke barisan setan yang lagi antre BLT. #pret :P

Saat itu aku ditemani seorang teman perempuan yang justru tak pernah janji ketemuan di sana. Kita senasib, terpisah dengan teman yang justeru janjian sebelumnya. Ya sudahlah. Teman saya ini dengan baik hati mau menemani beberapa waktu selagi saya antre. Padahal dia memilih batal. Saya tawarkan untuk nyele - bermaksud menguji - katanya, "Ini tentang hati, hati kecil bilang enggak. Percuma saja bertahun-tahun belajar PPKn." Dia tersenyum, kubalas dengan 'serengehan'.

***

Wah, sudah terlihat tenda antrean pembagian es krim yang ditunggu spesial hari ini. Namun, terasa sekali masih jauh sejauh-jauhnya. Bukan karena jaraknya, tetapi karena tak beresnya antrean yang ada. Maaf ralat, itu bukan antrean! Itu deretan manusia berbanjar secara 'ilegal' menuju tenda pembagian! Seorang ibu bergumam,
"Beuh dasar orang Indo*nesia, seenaknya bikin antrean baru, nyele lagi padahal baru dateng. Nih dari pagi nih."

Aku mendengarnya geli. Tertawa kecil selebaran jari, tertawa besar dalam hati. Geli tersebab ibu tersebut juga datang agak pagi lalu antre dengan nyele. Yang nyele mengerutu kepada yang 'lebih nyele', hehehehe. Makin tak jelas alur antrean, makin tak terbayang es krim idaman. Ini fatamorgana baru. Biasanya fatamorgana itu karena panas, ini adalah fatamorgana es krim! Hahaha. Aku harus berusaha hingga dapat, waktu berdiri sejak pagi tadi harus terbayar pokoknya.

Tetiba, parade es krim datang memecah antrean tak beraturan menuju panggung utama. Hanya beberapa menit saja. Setelahnya? Ya, antrean makin semakin-makinnya tak beraturan. Berasa panas (hati). Lirik sana, lirik sini tak ada panitia lapangan terlihat. Ada orang berkaos perusahaan, tetapi bukan. Mereka peserta gerak jalan. Saat itu kupakai ilmu 'decision making'. Aku keluar dari antrean itu bermaksud menemui panitia terkait amburadul-carut-marut-bin-kacrut-nya proses pembagian es krim ini. Namun, kuurungkan saja.

Entahlah, seperti sedang mengubah niat, saat itu kuputuskan mengikuti proses hingga selesai. Yah, ini adalah ajang dalam rangka pengamatan. Pengamatan bagaiamana sebuah acara supermassal diselenggarakan. Ini tentang penyelanggara, panitia, dan peserta. Menarik.

Di tengah terus menerusnya pengamatan,
"Aih, baru 'ngeh' ternyata antrean tadi itu, yang sejak pagi tadi ditekuni adalah antrean tak jelas ujungnya nanti," dalam hati.

Aku masuk ke antrean yang sesungguhnya menuju tenda. Sesak, berkeringat, panas, bersinggungan, dan tak bisa bergerak (bisa sih dikit, haha). Yang jelas, titik prihatinku adalah melihat anak-anak kecil tergencet di sana sini, juga ibu dengan sang bayi. Ini ngeri, tak terkoordinasi dan terprosedurisasi. Acak dan tak jelas.
Namun, di kala itu sesuatu terdecak secara spontan oleh sekumpulan muda-mudi mahasiswa yang senantiasa tetap jenaka,
"Ini bukan masalah es krimnya, Bro. Tapi ini tentang sensasi cara dapetinnya, Bro!"


Ah, iya. Mungkin saja es krim yang nanti didapat tak seberapa nilainya, bukan yang terbayang kemahalan dan enaknya. Bahkan mungkin es krimnya yang biasa-biasa saja dengan harga lebih murah dibanding ongkos menuju tempatnya juga biaya konsumsi dalam bertahan saat antrenya.

Ya, jika kita mengambil hal positif dari suatu hal, maka ini adalah gambaran bagaimana kuatnya gairah kita dalam menggapai sesuatu - bahkan saat hal itu kecil sekalipun - jika dilakukan dengan sukacita dan penuh keoptimisan, tentulah hasil itu akan lebih nikmat karena dilengkapi penghayatan prosesnya.
Demikianlah dan alhamdulillaah, memang sudah rejekinya pada akhirnya saya dapat menikmati es krimnya. Satu saja. It's Ice Cream Day!
Then, I scream, "Ice creaaaaaaaam...!"

Kaucatatkan sejarah, kautorehkan tinta gerah: dibuatnya Bandung hingga demikian macetnya, diusiknya Taman Balai Kota Bandung hingga demikian 'pasiksak'-nya, dan diserakkannya sampah plastik di sekitar dan Halaman Balkot Bandung hingga demikian 'bala tur sareukseuk'-nya. Ini semua karena kau, 'es krim', bukan karena cincau pake es krim!

-Kido :)
| Catatan Pasirhonje, 11 Mei 2014