Berawal dari dering dan getar hape malam itu saat sedang menunggu ayam kremes di kedai Be*ek Nga*asan Tubagus Ismail bersama teman, esoknya (Jumat, 5 April 2013) pascakuliah aku langsung bertolak
menuju Diponegoro 48. Usut punya usut sang adek kelas - sealmamater putih
abu-abuku - memintaku buat mengisi suatu acara. Mereka sebut ta’lim. “Beuh, beratnya,” dalam benakku.
Kukonfirmasi, “sharing kali ya, bukan
ngisi, hehe.”
Kumeluncur dengan angkot ijo. Tepat di Jalan Diponegoro kukirikan angkot itu. Namun, bukan di
depan Dipo 48, melainkan lebih beberapa meter di depannya. Lho, kok bisa? Ya bisalah,
wong waktu itu ga ada siappun yang berani mencegahnya, haha.
Jadi, gini ceritanya. Acara mulai jam 13.00 WIB
pascajumatan, tetapi jam 10-an lebih pascakelas Fisika Kuantum & Nano aku
sudah cabut ke TKP. Jadilah, nyari pelarian lain dulu, ‘kan masih tiga jam-an
lagi. “Aduuh, makin gak baku nih bahasa,” bisikku dalam hati saat buat tulisan
ini.
Pasjum (Pasar Jumat, red.) Pusdai menjadi korban pelarianku. Jalan-jalan
ke sana kemari. Dari ujung jalan Pusdai ke ujung lainnya menjajali semua pedagang
yang menyesaki jalanan di satu sisi. Plus
antrian orang di sana-sini tak tak mau kalah ikut menyesaki kawasan pasjum itu.
Jalan-jalan nostalgia pasjum pun selesai tanpa menjaja apapun karena memang tak
berniat untuk merogoh kocek untuk keperluan apapun.
Terdengar seperti musik keroncong, ternyata perutku berdering,
haha. Nostalgia dilanjutkan dengan berbatagor
kuah & kering depan gerbang depan Pusdai. “Mang, batagor seporsi yah,
yang kuah, tapi kering,” kataku. “Wah, sekarang kering aja, Dek,” mamang
menyahut seakan sudah mengerti maksud orderanku. Perpaduan yang yahut antara batagor dan es
cendol-goyobod menjadi menu pembuka prajumatan siang ini. Kuliner khas Bandung
memang tiada duanya. What a specially and
tasty of Bandung culinary! Don’t try this at home! Hehe...
Potret Masjid Pusdai Jabar, Jalan Diponegoro, Bandung Pasca-repainting
(Photo taken by Kido)
Selesai, kurasa langsung cabut ke masjid nostalgia zaman
putih abu-abu, Pusdai. Kulihat masih jam sebelas, tak biasanya kulangsung masuk
masjid nostalgia itu dan mengambil air wudlu. Aku ingin dapat shaf (barisan,
red.) Sholat Jumat paling depan! Biar dapet unta, aamiin. Adzan masih enam
puluh menitan lagi. Kuhabiskan saja dengan bertilawah meneruskan hanca (batas, red.) saya. Tak lupa
sebelumnya tahiyyatul masjid dulu. Alhamdulillaah.
Tak terasa sudah seorang bapak pembaca pengumuman prakhutbah
jumat sudah di depan mata mengucapkan salam. Waktu itu, sayangnya aku tidak
dibarisan peraih unta karena sudah penuh. Hiks.
Namun, tak jadi masalah, justru makin semangat di lain kesempatan. Yeah!
Selagi pengumuman, kok seorang dari barisan depan mundur
yah? Sementara seorang bapak DKM yang lain menggelar sajadah di tempat yang
ditinggalkan orang tersebut. Dalam benakku, “Pasti ada sesorang penting nih
bakalan ngisi ini tempat duduk, ” sok tahu. Dan tiba-tiba terlihat seringai
senyum kang Aher! Ahmad Heryawan, Dr. (HC), Lc., sang Gubernur Jawa Barat! Wow, great
kesempatan langka! Tetapi tak sempat bersalaman karena adzan sudah
dikumandangkan tepat beliau duduk dan khotib (pengkhutbah, red.) naik mimbar.
Tak banyak pikir kuikuti khutbah Jumat dari Kiai Haji
anggota DPRD Jawa Barat itu, lupa lagi namanya, dengan seksama. Aku dapat
quotes menarik,
Banyak orang muslim
dan mukmin, tetapi tak sedikit yang tak berani mendemonstrasikan keislamannya
itu dan tak sedikit pula yang tak berani memenuhi konsekuesi dari keberanian
yang sudah ada.
Khutbah berakhir, berkumandanglah iqomah. Dan ternyata, barisan depan kosong satu orang tepat di
sebelah kang Aher! Langsung saja kumaju dan kutempati. Tetapi bukan hanya dalam
rangka ingin di sebelah kang Aher yah, tetapi memang dalam rangka memenuhi
tempat kosong di barisan depan karena memang itulah aspek kesempurnaan dalam sholat
berjamaah. Aduuh, kayak ceramah, hehe. Allah memang Maha Indah dalam memutuskan
perkara apapun di luar nalar manusia.
Sholat jumat berakhir, pun sholat sunnah, dzikir, dan doa. Tak
banyak membuang detik, aku langsung menyalami kang Aher dengan seringaian
senyumku dan berkata salam. Beliau menyambut dan menyalamiku dengan penuh
hangat dan keramahan. Kuperkenalakan diri secara singkat sembari berdebar, dag dig dug der da*a!, untuk kali
pertama secara langsung mengobrol tak formal dengan orang nomor satu di Jawa
Barat ini. Tak henti-henti beliau melemparkan senyuman selagi aku berbicara.
Dan aji mumpung pun kugunakan. Mumpung beliau tak buru-buru
beranjak, mumpung sedang berkesempatan besar bersua
tanpa kawalan ajudan dan body guard-nya, serta mumpung-mumpung lainnya aku Tanya
saja belaiu, “Pak, boleh saya bertanya.” “oh, tentu silakan,” katsanya sambil
menatapku. “Tetapi bukan dalam hal politik atau Jawa Barat lainnya ya, Pak,”
lanjutku. “Siang ini insyaAllah saya akan bertemu dengan adek-adek siswa/i SMA
untuk berdiskusi ta’lim dan sharing tentang motivasi beribadah. Lalu, menurut
Bapak, apa ya yang menjadi motivasi kita beribadah itu?” tanyaku.
“Niat. Luruskan niat.
InsyaAllah dengan meluruskan niat terlebih dahulu kita akan bisa memotivasi
diri kita untuk beribadah bahkan memotivasi orang lain,”
Begitu jawaban beliau atas pertanyaanku. Alhamdulillaah... kudapat ilmu lagi dari
pertemuan luar biasa dengan salah satu tokoh yang saya kagumi itu. Mengapa begitu?
Pertanyaan yang sama kulontarkan sebelumnya kepada teman-temanku dan mendapat
berbagai jawaban. Kuesioner kali yah, hehe. Eh, tidak dinyana ternyata
pertanyaan kuesioner ini sampai kepada bapak Gubernur :D
Kuberterimakasih kepada beliau atas kesempatan mengobrol
singkat yang diberikan. Sekali lagi kumenyalaminya sembari beliau berpesan, “Salam
yah buat anak-anak SMA dan teman-teman mahasiswa ITB.” Pertemuan berakhir,
sementara kang Aher menyalami jamah lainnya yang sudah dari tadi bersiap
menemui beliau. Aku juga tak lupa menyalami sang khotib, yang super materi
khutbahnya, yang memang datang bersama kang Aher.
Do you know, Pren?
Suaanku dengan kang Aher itu terkesan lama dengan tuliasan ini. Padahlan, eh
padahal durasinya tak lebih dari lima menit, lho. Ga apa-apa, gak penting yah,
hehe. Namun, justru yang penting adalah hasil pertemuan super yang kudapat. Alhamdulillaah.
Setelahnya, kulangsung beranjak menuju Dipo 48. Acara dimulai
meski jadinya molor beberapa puluh
menit dari jadwal awal, tetapi tak apalah semangat adek-adek ini yang luar
biasa perlu diacungi jempol secara tersendiri. Apa yang kualami pascajumatan
itu, pesan dan ilomu yang kudapat kusampaikan saat diskusi dan sharing itu berlangsung. Kuberharap semuanya
dapat menjadi motivasi bagi semuanya, tentunya bagi diriku sendiri untuk ke
depannya menjadi lebih baik. InsyaAllah.
Pusdai Jabar-Bandung, 5 April 2013.