visitors

Jumat, 20 Februari 2015

Bermisi Semangat Kebersamaan, Ikatan Alumni Alfa Centauri (IAAC) Taklukkan Puncak Tangkuban Parahu


Bandung (20/2), IAAC. Alhamdulillaah..., bermodal tekad & semangat kebersamaan, tujuh (7) anggota Ikatan Alumni Alfa Centauri (IAAC) lintas angkatan berhasil menaklukan Puncak Tangkuban Parahu dalam Misi Perdana Perjalanan Kebersamaan IAAC, "Assalamualaikum, Tangkuban Parahu!". Memulai perkumpulan dan sarapan di Salman ITB sejak pukul enam pagi, rombongan akhirnya mulai 'ngangkot' sekira pukul delapan karena menunggu fullteam. Turun di depan kampus UPI, kemudian lanjut menuju Jayagiri Lembang. Di Jayagiri semua perlengkapan dipersiapkan dan dicek ulang seperti makanan, minuman, P3K, dll. Kemudian setelah itu mulai beranjak menuju Taman Junghuhn - Gerbang Jalur Pendakian.

Sampailah di pintu masuk Taman Junghuhn dan rombongan bersiap tancap gas memulai pendakian, tapi tunggu dulu, setiap orang dikenakan Rp 5000 sebagai HTM Taman Wisata Alama Junghuhn. Pukul sembilan saat itu. Perjalanan menyusuri Taman Junghuhn, Lereng Tangkuban Parahu, hingga sampai puncak, dan akhirnya menuju kawah begitu menantang dan terjal. Kami harus menembus jalur sempit, menyusuri semak belukar, terkadang tebing dan pohon tumbang harus dihadapi. Namun, akhirnya dengan semangat kebersamaan dan saling membantu juga mencukupkan istirahat di beberapa titik, kami akhirnya mencapai puncak "Tertimbun ke Sampingnya, (Chairudin, 2006)" tersebut. Belum berakhir juga tantangan saat mencapai areal kawah, badai kabut menjadi selimut kami saat itu. Dingin dan sangat dingin, tetapi kebersamaan dan tebaran senyum semua anggota perjalanan yang menghangatkan.

 
Foto & Suntingannya oleh KIDO'S PICTURES

Semoga IAAC senantiasa dipersatukan-Nya dalam ikatan kekeluargaan, kebersamaan, dan kekompakan dengan tetap berlandaskan TAQWA, CERDAS, KREATIF, dan tentunya KONTRIBUTIF bagi almamaternya ALFA CENTAURI. Juga makin memperkuat sinergi dengan lembaga alumni lainnya, Keluarga Alumni Centaurian Moslem Atmosphere (KACMA) - karena anggota KACMA (sudah pasti) anggota IAAC juga.

Untuk kawan-kawan IAAC lainnya, nantikan dan sampai jumpa di Misi Perjalanan Kebersamaan edisi selanjutnya, semoga semuanya dapat bergabung dan tersenyum bersama. Aamiin.
Salam IAAC.

Kontributor: Kiki Rudiansyah (4), Muhamad Abduh (5), Rizki Setiaji Mutaqin (5), Bagus Poetra (9), Lulu Azzahra (5), Hafsah Ashri Noor Azizah (8), Muthi Fatihah Nur (8)

Rabu, 18 Februari 2015

Polisi Tanpa Kepala

Geger! Awal tahun baru 2015 ini Indonesia diributkan dengan adanya 'polisi tanpa kepala' - tepatnya pada tanggal 16 Januari 2015. Horror memang, tetapi inilah kenyataan yang diperlihatkan Mr. President kita, Yth. Ir. H. Joko Widodo, kepada rakyatnya di seantara nusantero, eh seantero nusantara maksudnya. Keputusan ini diambil menyusul ditetapkannya calon Kapolri (kesayangan) satu-satunya sebagai tersangka kasus gratifikasi oleh KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) 13 Januari silam.

Padahal sang calon Kapolri tunggal Komjenpol Budi Gunawan ini telah melalui Fit & Proper Test oleh Komisi III DPR pada 14 Januari 2015 - sehari setelah ditetapkannya sebagai tersangka. Dan mengejutkan, hasilnya BG lolos dan (seharusnya) siap langsung dilantik Jokowi. Namun, sayang seribu sayang Jokowi (yang dilema dengan status BG) memilih menetapkan Plt (Pelaksana tugas) Kapolri, Komjenpol Badrodin Haiti, yang saat itu (16 Januari 2015) sekaligus acara seremonial dicopotnya Jendral Sutarman sebagai Kapolri yang sejatinya baru akan pensiun Oktober mendatang.

Kisruh ini semakin menjadi membentuk pusaran masalah 'cicak (KPK) kontra buaya (Polri)' yang sekarang dilengkapi banteng sebagai 'entahlah'-nya. Presiden (terlihat) makin pusing, sementara 'polisi tanpa kepala' terus menghantui rakyatnya. "Kita tunggu proses hukum (praperadilan) dulu, baru nanti diputuskan," begitu kurang lebih kata Pakde Jokowi selepas mengetahui BG melayangkan gugatan praperadilan di PN Jaksel atas menyoal status tersangka yang disandangkan KPK padanya - sekira sebulanan pascapenetapan tersangka. Wal hasil, rakyat masih terus menunggu sambil 'ketakutan'.




Sorak sorai keramaian tagar #SaveKPK dan #SavePolri pun menghiasi dunia maya dan nyata. Sementara praperadilan BG berlangsung sepekan secara marathon, 9-13 Februari 2015. Putusanpun dibacakan pada Senin (16 Februari 2015) lalu. Kini seluruh pihak terkait bahkan (secara berlebihannya) seluruh rakyat Indonesia berdebar-debar menanti putusan itu. Bukan untuk sekadar seorang BG-nya saja, tetapi tentang hubungan KPK-Polri dan jelasnya kepemimpinan salah satu institusi penegak hukum di negeri ini. Hasilnya, hakim mengabulkan sebagian permohonan BG dan menolak seluruhnya permohonan KPK serta diketuklah palu pencabutan status tersangka BG. Ini seakan buah simalakama bagi Jokowi di tengah (kadung) gaduhnya khalayak publik dan politik.

How are you, Mr. President? Sekarang kami menunggu keputusan Anda yang begitu 'amat sangat' lama sekali. Kami tak butuh jawaban 'minggu depan' atau 'secepatnya' bahkan (jangan bilang) #BukanUrusanSaya. Nampaknya Anda masih saja dilema, yth. Ir. Joko Widodo (dua hari kemarin). Namun, alhamdulillaah akhirnya hari ini (Rabu, 18 Februari 2015) Bapak berdiri dengan (upaya susah payah bergestur) tegas di podium istana negara. Kami dengan dengarkan keputusan Bapak, yakni membatalkan pelantikan BG sebagai Kapolri dan menunjuk BH Sang Wakapolri sekaligus Plt Kapolri, Komjenpol Badrodin Haiti sebagai cakapolri baru (yang lagi-lagi) tunggal. Tinggal berkirim surat lagi ke DPR untuk diproses.

Tepuk tangan 'prok prok prok' kami apresiasi keputusan Bapake Jokowi. Hanya masalahnya, kalau mau menunjuk cakapolri baru mengapa tak sejak dulu saat BG jadi tersangka? Kan banyak tuh jenderal besar lainnya yang dikantongi Kompolnas? Sudah 'chaos' dan 'riweuh' begini barulah diputuskan. Yang paling di-PHP-in ya jelas BG dan para pendukung serta pihak berkepentingan di belakangnya (mungkin). Sementara itu, (seperti biasa) rakyat dibuat gantung dan tak pasti bin tak jelas, mungkin karena rakyat itu memang tak jelas menteri Bapak, Tedjo, bilang ya. Tapi yang jelas bahwa kami tidak tahu menahu kalau ada maksud lain yang telah Bapak & orang-orang Bapak siapkan. Entahlah, kami hanya rakyat jelata yang super-awam, tetapi berusaha ingin tahu.

Sekarang kami kira ini bukan berakhir, melainkan memasuki babak baru pencalonan kapolri baru kepada DPR yang sedang bermasa reses dan baru akan berakhir 22 Maret mendatang - kecuali atas ijin pimpinan DPR, bisa dilakukan rapat pembahasannya. Belum lagi uji kepatutan dan kelayakannya. Eh, yang paling penting juga, belum tentu DPR menerima pencabutan BG sebagai kapolri - yang sudah lolos dan bukan tersangka - dan meloloskan BH sebagai Kapolri definitifnya. Tentu ini akan makin 'seru', dan membuat Bapak makin 'lucu', tapi moga tak sampai berlarut-larut tak menentu.

"Sampai kapan Polisi Tanpa Kepala ini bergentayangan menghantui seluruh rakyat dari Merauke sampai Sabang?"

Yth. Bapak Presiden RI, Ir. H. Joko Widodo, ini saatnya Anda yang memilih, Anda yang menentukan. Seiring itu kami menaruh kepercayaan dan berdoa kepada Allah, Tuhan sekalian alam. Moga negeri ini terhindar dari bala niat kejahatan yang memantik kehancuran dan mendekat pada kondisi negeri yang adil dan penuh kebaikan serta diliputi atmosfer ampunan dan keberkahan. Aamiin.

Sekian. Mohon maaf atas sangat banyaknya kesalahan dari ketidaktahuan, ke-sok-tahu-an dari ke-simpang-siur-an kabar yang beredar dan berkembang, serta ungkapan kejujuran perasaan yang mungkin menyakitkan. Astaghfirullaah, kami memohon ampunan Allah Sang Maha Sebaik-baik pemberi keputusan.

| Catatan Perasaan untuk Pemimpin Negeri Kekinian, Kiki Rudiansyah.

Jumat, 06 Februari 2015

Pengemis yang Tak Mengemis

Adalah kebijakan terbaru saat ini dari pemerintah daerah di beberapa kota besar - semacam Jakarta, Surabaya, dan Bandung - yang melarang memberikan uang kepada para gepeng (gelandangan pengemis) yang berkeliaran bebas di perkotaan. Di Jakarta bahkan ada denda bagi yang memberi. Sedangkan Bandung masih sebatas himbauan yang diwujudkan dalam sebentang spanduk reklame - yang dipasang di beberapa titik - seperti yang terlihat di persimpangan Jalan Ir. H. Djuanda Dago, Jalan Diponegoro, dan Jalan Sulanjana.

 Sumber Foto : Pikiran Rakyat Online

Dalam hal ini, saya pribadi berprasangka baik bahwa pemerintah bukan melarang untuk bersedekah, melainkan dengan niatan baik supaya upaya pengentasan kemiskinan pendudukan lewat penyaluran bantuan dapat ditangani melalui lembaga sosial atau ziswaf (zakat, infak, shodakah, & wakaf) sehingga jelas aturan mainnya - meski masih ada pro dan kontra. Mengapa? Karena biasanya lembaga-lembaga ini akan melakukan survey dan pendataan sehingga nantinya sasaran, program, dan penyalurannya tepat.
Gepeng di jalanan kini memanglah (mungkin) orang yang membutuhkan. Akan tetapi, caranya dengan meminta-minta sungguh tidak elok sebagai perangai manusia yang memegang teguh kehormatannya. Iya jika sangat terpaksa, tetapi jika sudah terbiasa selayaknya aktivitas kerja, ini tentu bukan hal biasa. Perlulah solusi luar biasa untuk mengubah mentalitas yang terkadang dipikirkan sebelah mata. Kebijakan pemerintah inilah salah satunya.

Namun, seakan sebuah hukum aksi-reaksi, pascadiluncurkannya kebijakan/himbauan pemerintah tsb. para peminta-minta (atau lebih dikenal pengemis) tak kehilangan akalnya. Atau bisa jadi karena melihat persaingan dunia 'perkemisan', akhirnya dicarilah modus operandi terbaru untuk mengelabui objek-objek sasarannya. Saya pribadi mengalami beberapa modus baru itu. Mulai dari yang bertanya lokasi tertentu untuk dituju (yang jaraknya cukup tak masuk akal untuk berjalan kaki), yang mau pulang kehabisan ongkos dan take bawa 'hape', yang kecurian tasnya, sumbangan sosial, yang mau berobat, ajukan dana proposal kegiatan/penelitian dan yang-yang lainnya.

Di antara sekian banyak itu, bisa jadi ada yang betul, tetapi kebanyakan agaknya tidak. Mengapa? Karena tak sedikit pengemis yang tak mengemis itu melakukan hal sama terhadap orang berbeda padahal bisa jadi mereka telah mendapatkan hasil dari orang sebelumnya. Bahkan, lucunya, (ketika awal masuk kuliah 2009 silam) saya pernah bertemu seorang pemuda yang ingin ditunjukkan jalan pulang dan pada akhirnya mengiba untuk diberi yang, kejadian sama (dengan orang yang sama) terulang hingga saat saya berkuliah tingkat 4 (sekira 2013 silam). Ini kan aneh, masa iya empat tahun begitu terus. Dikira saya tak hapal mukanya, sedang lokasi 'mangkalnya' tak jauh-jauh dari jalur berjalan saya.

Bagi yang belum tahu harap berhati-hati. Ini bisa juga dikategorikan penipuan secara halus atau ragam peminta-minta modern atau sebut saja pengemis yang tak mengemis (dengan pakaian compang-camping ala gelandangan dan baramaen). Ini bukan semata menghalangi niat baik untuk memberi, melainkan pula dalam rangka membangun mentalitasnya agar tetap terjaga kehormatan dan martabatnya. Kita salurkan bantuan sosial kepada lembaga yang bersangkutan, kita tunjukkan bahkan antarkan ke lembaga itu pula bila ada yang meminta dan butuh bantuan. Insyaa Allaah, akan terjadi kehidupan yang teratur dan berkehormatan.

Dan satu lagi ini membutuhkan dukungan semua kalangan bahkan inilah yang harusnya menjadi megaproyek REVOLUSI MENTAL yang dikoar-koar saat kampanye pemilihan pemerintah sekarang. Sekian.

| Catatan Sebelum Jumatan, Kido.

Selasa, 03 Februari 2015

Potret Senja Ramadhan Menjelang Hari Kemenangan


"Senja bersama-Mu menjelang Hari Kemenangan kala itu. Masyaa Allaah..."
- -- --- ---- ----- ---- --- -- -
"Having twilight with You before the Victory Day at that time. Masyaa Allaah ..."
Copyright © 2014 KIDO'S PICTURES | Ramadhan 1435 H | The Peak, Hong Kong.