Bukan semata-mata karena saya pribadi seorang muslim, sehingga meradang kala kabar ini menyeruak, "Pelarangan Jilbab di Bali."
Apalagi pascapernyataan dirjen pada suatu pemberitaan bahwa intinya
umat Islam harus menghargai mayoritas pemeluk agama di Bali terkait
pelarangan jilbab.
SAKIT hati
ini, SAKIT melihat saudara sendiri diperlakukan seperti itu. Ini
INTOLERAN, ini BUKAN Bhinneka Tunggal Ika yang senantiasa digaungkan di
negeri ini. Tulisan ini tak semata wujud PROTES atas ketidakadilan dalam
beragama, tetapi jauh lebih fundamental ke arah hak mendasar manusia
dalam berkeyakinan dan menjalankan kewajiban agama. Perlu diketahui yang
belum tahu, jilbab itu bukan sekadar mode/fashion gaya-gayaan yang
memang lagi tren kekinian, tetapi dalam kitab kami (umat Islam) itu
jelas suatu kewajiban bagi seorang perempuan. Jadi, berjilbab itu adalah
dalam rangka penunaian ibadah atas perintah Allah, Tuhan sekalian alam,
yang bukan main-main penunaiannya.
Tentu kalau mau, saya juga
bisa berpendapat, "Larangan berpakaian biksu, umat Hindu diminta hargai
mayoritas Agama di Pulau Jawa." Tapi toh itu juga akan menjadi titik api
penyulut kebakaran dan perpecahan umat manusia di Indonesia. Dan
itupun, jika ada, tentu akan saya tolak (jika ada aturan diskriminatif
seperti itu terhadap agama apapun, di manapun). Karena perihal penunaian
ibadah atas ajaran agamanya adalah diserahkan kepada masing-masing
sesuai keyakinan yang dipeluk tanpa mengganggu atau bahkan bersatu
dengan ibadah umat lainnya dengan tetap saling menghargai atas ajaran
agama masing-masing tersebut. Itulah TOLERANSI.
Sekian, mohon
maaf atas ke-berlebih-an sikap dan terima kasih telah bersama
memperjuangkan hak, kerukunan, & keadilan dalam keberagaman di
negeri yang katanya menjunjung tinggi 'TOLERANSI' di dalam berkeyakinan.
| Sebentuk Pernyataan Sikap Persaudaraan, Kiki 'Kido' Rudiansyah.