visitors

Rabu, 27 Agustus 2014

Lagi-lagi Media

Ah, hari kemarin (26/08) nampaknya menjadi hari (sok) kritis versi pribadi, haha. Setelah gerah dengan pemberitaan "Pelarangan Jilbab di Bali", ada yang menarik saat melihat-lihat majalah harian di sebuah toko buku. Menohok sekali saat melihat cover majalah TEMPO (tanpa sensor) yang terbit akhir Agustus ini.

Di sebelah harian GATRA bersampulkan bu Karen Agustiawan (Dirut PERTAMINA) bertajuk "Ada Apa dengan Karen?", terlihat majalah tempo dengan cover yang bisa dibilang "seram". Betapa tidak, sampul bergambar seorang tanpa kepala tampak sedang dalam posisi, "Hormat Gerak!" Tetapi yang jadi bahan kritisi penulis bukanlah itu, melainkan makna tersirat di baliknya yang diperkuat tajuk penuh tendensi "Ujung Sebuah Drama."



 Foto oleh KIDO'S PICTURES

Ini kacau! Belum reda ketukan palu Hamdan Zoelva Sang Hakim Ketua MK mengukuhkan penolakan total terhadap gugatan kecurangan Pilpres 2014 yang diajukan pasangan nomor 1, Prabowo-Hatta. Sampul majalah ini menjurus pada tendensi yang bisa menyulut 62 juta pendukung Prabowo-Hatta lainnya. Alih-alih menyajikan headline yang menyejukkan untuk kembali mempersatukan masyarakat yang sempat terkutubkan, media mainstrean sekelas TEMPO malah menyudutkan sosok Prabowo Subianto, yang walau bagaimanapun beliau adalah salah satu putra terbaik bangsa, calon presiden 2014. Ya ampun.

Dijelaskan atau tidak, dari gambar tersebut orang sudah pasti bisa mengenali kalau itu adalah sosok Sang Mantan Jendral gagah itu. Tolonglah media sekalian, jangan menambah runcing topik yang hendak meluruh ini. Presiden Indonesia 2014-2019 telah terpilih dan diputuskan MK secara final dan mengikat, kami ucapkan selamat Bapak Ir. H. Joko Widodo dan Bapak Drs. M. Jusuf Kalla, semoga amanah dan dapat menjalankan visi-misi dan semua janji-janji yang telah digaungkan.

Kini saatnya kita bersatu kembali, menguatkan nusantara, dan mengawasi keberjalanan pemerintahan ke depan. Jangan ada lagi aroma-aroma perpecahan. Hentikan!

| Hanya Opini Pribadi, Kido

Selasa, 26 Agustus 2014

Pelarangan Jilbab di Bali, Menyakitkan!

Bukan semata-mata karena saya pribadi seorang muslim, sehingga meradang kala kabar ini menyeruak, "Pelarangan Jilbab di Bali."
Apalagi pascapernyataan dirjen pada suatu pemberitaan bahwa intinya umat Islam harus menghargai mayoritas pemeluk agama di Bali terkait pelarangan jilbab.

SAKIT hati ini, SAKIT melihat saudara sendiri diperlakukan seperti itu. Ini INTOLERAN, ini BUKAN Bhinneka Tunggal Ika yang senantiasa digaungkan di negeri ini. Tulisan ini tak semata wujud PROTES atas ketidakadilan dalam beragama, tetapi jauh lebih fundamental ke arah hak mendasar manusia dalam berkeyakinan dan menjalankan kewajiban agama. Perlu diketahui yang belum tahu, jilbab itu bukan sekadar mode/fashion gaya-gayaan yang memang lagi tren kekinian, tetapi dalam kitab kami (umat Islam) itu jelas suatu kewajiban bagi seorang perempuan. Jadi, berjilbab itu adalah dalam rangka penunaian ibadah atas perintah Allah, Tuhan sekalian alam, yang bukan main-main penunaiannya.



Tentu kalau mau, saya juga bisa berpendapat, "Larangan berpakaian biksu, umat Hindu diminta hargai mayoritas Agama di Pulau Jawa." Tapi toh itu juga akan menjadi titik api penyulut kebakaran dan perpecahan umat manusia di Indonesia. Dan itupun, jika ada, tentu akan saya tolak (jika ada aturan diskriminatif seperti itu terhadap agama apapun, di manapun). Karena perihal penunaian ibadah atas ajaran agamanya adalah diserahkan kepada masing-masing sesuai keyakinan yang dipeluk tanpa mengganggu atau bahkan bersatu dengan ibadah umat lainnya dengan tetap saling menghargai atas ajaran agama masing-masing tersebut. Itulah TOLERANSI.

Sekian, mohon maaf atas ke-berlebih-an sikap dan terima kasih telah bersama memperjuangkan hak, kerukunan, & keadilan dalam keberagaman di negeri yang katanya menjunjung tinggi 'TOLERANSI' di dalam berkeyakinan.

| Sebentuk Pernyataan Sikap Persaudaraan, Kiki 'Kido' Rudiansyah.

Jumat, 18 Juli 2014

Kabar Gembira Untuk Kita Semua


Kabar gembira untuk kita semua
Malam ganjil, kini ada nilainya
Lailatul Qadar, kemuliaan tuk kita
Jadikan malam ini Malam Qadar
Lailatul Qadar, membuatku bahagia
Lebih baik dari seribu bulan
Rahasia Ramadhan dari Allah Ta'ala
Penuh pesona, Lailatul Qadar!

InsyaAllah... Good~

| Lailatu Qadar, Kido
Alih Lirik Lagu OST. Iklan 'Mastin Ekstrak Kulit Manggis'
https://soundcloud.com/kiki-rudiansyah/kido-lailatul-qadar

Kamis, 17 Juli 2014

Menuju Kemenangan Hakiki

Sejak kumandang adzan shubuh tadi, hari ke-19 shaum (puasa) pun dipijak. Ya, bertepatan dengan 17 Juli 2014, hari ini. Menggali makna hari ini, pertanyaan dalam hati pun sesumbar, "Hari ini 19 Ramadhan 1435 H, esok 20, lusa 21, dan seterusnya. Lalu hanya menghitung hari kah sampaia Idul Fitri 1 Syawal nanti yang orang bilang Hari Kemenangan?"

Kosong, hanya kekosongan jika kita tak bisa memaknai betul arti 'kemenangan' tersebut. Terlebih kalau hanya sekadar mengikuti kabar 'kemenangan' dalam lingkup kecil semata dengan mengumbar pantangan di bulan suci ini. Pilpres misal lingkup kecilnya, yang paling dekat dengan hari kemenangannya, 22 Juli 2014 nanti. Siapa bilang tak boleh ber-euforia dengan pesta demokrasi kini? Silakan saja asal jangan mencoreng momen suci Ramadhan yang paling jelas rute menuju kemenangannya. Kemenangan hakiki, haqqul yakin, jika kita bisa (setidaknya mencoba) memahami, menjalani, dan memaknai arti sesungguhnya madrasah Ramadhan ini. Tak usah pula merasa sendiri, mari panjangkan silaturahmi.

Jauh lebih kecil lagi dari besarnya arti kemengan hakiki adalah momentum kemenangan Jerman di Piala Dunia 2014 Brazil yang sudah terlewat beberapa hari yang lalu. Terbilang kecil, menurut pribadi, karena efeknya memotivasi terhadap amalan di bulan suci ini belum bisa terukur, kecuali beberapa momen saja semacam 'hebatnya pemain yang tetap berpusas meski bertanding di lapangan', dll. Tentu senang dan larut dalam selebrasi kemenangannya boleh, tetapi sejenak saja. Mari kembali dan menyuasanakan diri pada rentang waktu dan ruang yang lebih jelas (menuju kemenangan yang sesungguhnya) lagi, Ramadhan.


Bagi diri pribadi, yang juga kemenangan kecil, tetapi sedang diperjuangkan dengan doa & energi yang besar sembari berharap dapat terciprati berkah Ramadhan ini adalah dapat ber-TOGA di SABUGA pada penghujung hijriyah nanti. Aamiin. Namun, sekali lagi itu bukan kemenangan sesungguhnya nanti. Masih banyak yang lebih bernilai tinggi lagi semisal membantu memerdekakan dan peduli saudara-saudara kita di Palestina dengan islami dan berbudi pekerti.

Nah, lalu apa kemenangan besar yang sesungguhnya nanti pasca-Ramadhan meninggalkan kita? Mari ukur masing-masing efeknya (dengan tolok ukur masing-masing) pada kehidupan sebelas (11) bulan mendatang setelahnya hingga bertemu kembali di Ramadhan selanjutnya, insyaAllah. Kita ikhtiarkan sebaik mungkin, dengan cara yang baik, teladan yang baik, dan tujuan yang baik pula. Lalu, nantinya, apakah merasa lebih baik? Jika ia beruntunglah, begitu sabda Nabi Saw.. Setidaknya keberuntungan itu adalah wujud kemenangan. Selebihnya, serahkan kepada Allah Yang Maha Menilai dan memberi titel kemenangan pada makhluk-Nya. Titel tertinggi, wujud kemenangan sejati, kemenangan hakiki, TAQWA. Itu saja.

| Renungan Kala Gemericik Air Langit Membasahi Beton Panas Bukan Negeri Sendiri

- Kido :)